Selasa, 17 April 2012

perbedaan asuransi syariah dengan konvensional


BAB I
PENDAHULUAN


Segala musibah dan bencana yang menimpa manusia merupakan qadha dan qadhar Allah. Namun manusia wajib berikhtiar memperkecil risiko keuangan yang timbul. Upaya ini seringkali tidak memadai karena yang harus ditanggung lebih besar yang diperkirakan, asuransi bisa menjadi pilihan untuk menimalisir risiko yang timbul.[1]
Dalam kegiatan bisnis asuransi merupakan suatu kegiatan yang diarahkan untuk memproteksi keadaan di masa mendatang yang belum pasti terjadi yang berkaitan dengan nilai aktivitas ekonomi seseorang. Risiko sendiri dapat didefinisikan sebagai kemungkinan untuk luka, rusak, atau hilang, sedangkan manajemen risiko didefinisikan sebagai  suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih baik.













BAB II
PEMBAHSAN


A.    Pengertian Asuransi
1.          Pengertian Asuransi konvensional
Dalam disiplin ilmu ekonomi, asuransi merupakan suatu lembaga keuangan yang dapat menghimpun dana dalam jumlah besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, dan bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi karena sesungguhnya asuransi bertujuan memberikan perlindungan atas keuangan, yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang tidak diduga sebelumnya.[2]
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris yaitu insurance yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Indonesia dengan padanan kata ”pertanggungan” Dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).[3]
Definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab I Pasal 1 menyatakan bahwa ”asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[4] Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah ”suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral)”.[5]
Dari uraian mengenai definisi asuransi diatas, maka paling tidak ada tiga unsur pokok penting berkenaan dengan asuransi, yaitu ; pertama, pihak penjamin yang berjanji akan membayar uang kepada pihak terjamin jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kedua, pihak terjamin yang berjanji akan membayar premi kepada pihak penjamin. Ketiga adalah suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi. [6]
Adapun ciri –ciri khas yang melekat pada asuransi konvensional adalah sebagai berikut :
1.      Asuransi konvensional adalah akad mulzim ( perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung untuk membayar premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar klaim asuransi jika terjadi evenement.
2.      Akad asuransi ini adalah akad muawadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
3.      Akad asuransi adalah akad yang bersifat gharar, karena masing-masing dari kedua belah pihak pada melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang akan diterima.
4.      Akad asuransi ini adalah akad idzan (pendudukan) terhadap pihak yang kuat yakni perusahaan asuransi, karena dialah yang menentukan syarat-syarat pertanggungan secara sepihak sebagaimana yang tertuang dalamm polis asuransi.
Dari uraian diatas maka asuransi konvensional terdapat unsur-unsur yang secara tegas dilarang oleh Islam. Unsur –unsur itu yakni unsur ketidakpastian (gharar), unsur perjudian (maisyir), dan usur Riba. Adanya unsur-unsur tersebut yang membuat asuransi konvensional dilarang dalam islam. [7]
2.             Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi Syariah adalah saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk tabarru’ yang memberikan dan pengembalian untuk menghadapi Risiko tertentu melalui akad (perjanjian) yang sesuai dengan syariah.[8]
Islam memandang ”pertanggungan” sebagai suatu fenomena sosial yang dibentuk atas dasar saling tolong menolong dan rasa kemanusiaan. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi suatu risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.[9]
Dari definisi di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan ”ta’awun”. Yaitu, prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi malapetaka (risiko).[10] Oleh karena itu, premi pada asuransi syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru’. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta Asuransi Syariah (Life Insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana Tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun manfaat asuransi. Sedangkan Tabarru’ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan di ikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).[11]
Sedangkan Asuransi Kecelakaan Diri (Personal Accident Insurance) adalah suatu produk yang memberikan perlindungan keuangan terhadap risiko yang terjadi akibat suatu kecelakaan. Definisi  kecelakaan adalah suatu peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba, yang datang di luar si tertanggung, bersifat kekerasan dan sama sekali tidak ada unsur kesengajaan didalamnya.[12]

3.          Prinsip Asuransi Syariah
Prinsip dasar asuransi syariah yaitu:
1.      Tauhid (unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam. Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai Ketuhanan.


2.      Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.
3.      Tolong Menolong (Ta’awun)
Kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong menolong (ta’awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk mebantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapat musibah atau kerugian.
(#qรงRur$yรจs?ur n?tรฃ รŽhŽร‰9รธ9$# 3uqรธ)­G9$#ur ( Ÿwur (#qรงRur$yรจs? n?tรฃ ร‰OรธOM}$# รˆbยบurรดรฃรจรธ9$#ur 4 (#qร )¨?$#ur ©!$# ( ¨bรŽ) ©!$# รŸƒรx© ร‰>$s)รรจรธ9$# ร‡ร‹รˆ
  dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

4.      Kerjasama (Coorperation)
Kerjasama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah dan musyarakah.
5.      Amanah (trust worthy/al-amanah)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak memanipulasi kerugian (peril) yang menimpa dirinya.
6.      Kerelaan (Al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan dana sosial (tabarru’).
7.      Larangan Riba
Dalam setiap transaksi asuransi, riba dilarang karena riba hanya menghalangi manusia untuk terlibat dalam usaha aktif. Orang kaya jika ia mendapat penghasilan dari riba, akan bergantung pada cara yang gampang ini dan membuang pikiran untuk giat berusaha.
$ygƒr'¯»tƒ šรบรฏร%©!$# (#qรฃYtB#uรค Ÿw (#qรจ=ร 2รน's? (##qt/รŒh9$# $Zรฟ»yรจรดรŠr& Zpxรฟyรจ»Ÿร’B ( (#qร )¨?$#ur ©!$# รถNรค3ยช=yรจs9 tbqรŸsรŽ=รธรฟรจ? ร‡รŠรŒร‰รˆ   (#qร )¨?$#ur u$¨Z9$# รปร“ร‰L©9$# รดN£รรฃรฉ& tรปรฏรŒรรฟ»s3รน=ร9 ร‡รŠรŒรŠรˆ   (#qรฃรจรร›r&ur ©!$# tAqรŸ§9$#ur รถNร 6¯=yรจs9 šcqรŸJymรถรจ? ร‡รŠรŒร‹รˆ  
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
131. dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.
132. dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat

8.      Larangan Maisir (Judi)
Unsur maisir (judi) hanya menguntungkan salah satu pihak saja di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan lontraknya sebelum masa reversing period, biasanya Tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.

$pkšr'¯»tƒ tรปรฏร%©!$# (#รพqรฃYtB#uรค $yJ¯RรŽ) รฃรดJsƒรธ:$# รงŽร…£รธŠyJรธ9$#ur รœ>$|รRF{$#ur รฃN»s9รธF{$#ur ร“§รด_ร รด`รiB รˆ@yJtรฃ ร‡`»sรœรธ¤±9$# รงnqรง7ร^tGรด_$$sรน รถNรค3ยช=yรจs9 tbqรŸsรŽ=รธรฟรจ? ร‡ร’ร‰รˆ  
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

9.      Larangan gharar (ketidakpastian)
Di dalam asuransi syariah, akad perjanjian harus jelas berupa yang harus dibayar dan berapa yang harus diterima.[13]

4.          Landasan Operasional Asuransi Syariah
Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional). Dan baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Sebagai antisipasi dari tersebut di atas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Dewan Syariah Nasional (DSN)-nya telah mengeluarkan fatwa bernomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Secara umum penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.       Asuransi Syariah (ta’min, tafakul atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
b.      Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud poin (a) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maisir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat.
c.       Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
d.      Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
e.       Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
f.       Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Mengenai Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut, sepatutnya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi lembaga asuransi syariah di Indonesia dalam bentuk sanksi hukum bagi pelanggannya.

5.          Produk Asuransi Syariah
1.      Asuransi Jiwa Syariah
a.   Produk Saving
Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi, perusahaan menentukan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda:
a.       Rekening Tabungan peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta yang dibayarkan berakhir bila:
1.       Perjanjian berakhir
2.      Peserta mengundurkan diri
3.      Peserta meninggal dunia
b.      Rekening Tababrru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila:
1.      Peserta meninggal dunia
2.      Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
b.  Produk Non Saving
Setiap premi yang akan dibayarkan oleh peserta, akan dimasukan dalam rekening tabarru’ perusahaan. Yaitu, kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran untuk tujuan saling menolong, dan dibayarkan bila:
1.      Peserta meninggal
2.      Perjanjian berakhir (jika ada surplus dana)





B.     Perbedaan Asuransi konvensional dan Asuransi Syariah


No
Prinsip
Asuransi Konvensional
Asuransi Syari’ah
1
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengikatkan diri pada pihak  tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, menjamin dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’
2
Sumber hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, alami, dan contoh sebelumnya.
Al-quran, sunnah atau kebiasaan rasul, ijmak, fatwa sahabat, qiyas, istihsan, urf dan mashalih mursalah.
3
“maghrib”
Adanya maisir, gharar, dan riba
Bersih dari unsur maghrib
4
Akad
Akad jual beli(akad muawadhah, akad idz’aan, akad gharar, dan akad mulzim.
Akad tabarru’ dan akad tijarah(mudharabah,wakalah,wadiah,dan syirkah).
5
Pengelolaan dana
Tidak ada pemisah dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus.
Terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ dan dana peserta.
6
Sumber pembayaran klaim
Dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.
Dari rekening tabarru’,yaitu peserta saling menanggung.
7
Misi dan visi
Misi ekonomi dan misi sosial
Misi akidah,ekonomi,dan misi pemberdayaan umat.















PENUTUP


Asursansi syari’ah meskipun termasuk masalah mu’amalah yang baru, bukanlah praktik yang dilarang, sebab tidak ada dalil nash yang melarang keberadaannya. Di samping itu segala praktik bisnis yang baru tidak dilarang dalam islam, selama tidak bertentangan dengan ketentuan syari’ah dan dikelola dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.
Secara esensial dapat dikatakan bahwa adanya prinsip-prinsip hukum asuransi, tidak bertentangan dengan syari’at islam. Prinsip –prinsip itu ditempatkan sebagai syarat sahnya akad dan termasuk syarat yang diakui, bukan syarat yang bertentangan dengan akad(mulghah). Justru keberadaannya memperkuat keberadaan tujuan akad asuransi yang telah terbentuk. Disisi lain keberadaannya sebagai alat untuk mengelimir praktik-praktik bisnis yang dilarang dalam islam, seperti judi, gharar, penipuan, riba, dan lain sebagainya.





















DAFTAR PUSTAKA
Musklehuddin, Muhammad. 1995. Asuransi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Rivai, Vertizhal.  2007. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Dewi, Gemala dkk. 2006. Hukum Perikatan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group     
Ali, AM Hasan. 2004. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana
Ismanto,  Kuat. 2009. Asuransi Syari’ah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar   
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Asuransri Syari’ah di Indonesia . Yogya karta : UII Press Yogyakarta
M. Syakir Sula. 2004. Asuransi Syariah.Jakarta: Gema Insani
Muslih,  al-Abdullah. 2004. Bunga Bank Haram? Menyikapi Fatwa MUI, Menuntaskan Keagamaan Umat. Jakarta: Darul Haq
www.pengertian Asuransi Kecelakaan Diri Asuransi Sinar Mas.com, Diakses tanggal 20 juni 2010, jam 12.30 Wib



[1]   Muhammad Musklehuddin, Asuransi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) hal. 6
[2]   Vertikal Rivai, et.al, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal. 1003
[3]   Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) hal. 152 
[4] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2006) hal. 152
[5]   AM.Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2004) hal. 54
[6]    Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) hal. 23
[7]    Abdul Ghofur Anshori, Asuransri Syari’ah di Indonesia , (Yogya karta : UII Press Yogyakarta, 2008) hal.14-16
[8]   Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah , (Jakarta: Gema Insani, 2004) hal. 225
[9]   M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), (Jakarta: Gema Insani, 2004) hal. 30
[10]  Abdullah al-Muslih, Bunga Bank Haram? Menyikapi Fatwa MUI, Menuntaskan Keagamaan Umat, (Jakarta: Darul Haq, 2004) hal. 106
[11]   Syakir Sula, Ibid., hal. 30
[12]  www.pengertian Asuransi Kecelakaan Diri Asuransi Sinar Mas.com, Diakses tanggal 20 juni 2010, jam 12.30 Wib

[13]   Hasan Ali, Ibid., hal. 134